Follow
Don't be left behind

Enter your email address to subscribe and receive notifications of new posts by email.

Warna-warni Langit sebagai Inspirasi Palet Warna dalam Lighting Design

Menerapkan konsep biofilik warna dalam lighting design

Langit menghadirkan warna-warni yang berganti seiring waktu dimulai dari matahari terbit sampai matahari terbenam. Tidak hanya itu, warna langit tidak selalu sama setiap harinya dan dapat berganti setiap waktu tergantung kondisi cuaca. Keindahannya yang menakjubkan ini menjadi inspirasi banyak orang termasuk para lighting designer. Kombinasi warna-warni langit ini bak palet warna yang dapat diterapkan dalam lighting design.

Variasi warna langit saat matahari terbit. Photo © Anggi Rafika

Proses terbentuknya warna-warni langit

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai warna-warni di langit, kita perlu tahu terlebih dahulu bagaimana warna-warna tersebut dapat terbentuk.

Warna langit terjadi karena proses dispersi cahaya (penguraian cahaya) di mana cahaya putih (monokromatik) menjadi cahaya polikromatik (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu). Terciptanya warna cahaya yang kita lihat dipengaruhi oleh jenis dan ukuran partikel yang ada di atmosfer, di mana saat cahaya menabrak partikel, maka cahaya dibiaskan. Ukuran partikel yang berbeda akan menyebabkan sudut pembiasan yang berbeda.

Selain proses dispersi cahaya, terbentuknya warna di langit juga merupakan fenomena scattering. Railyegh-scattering adalah fenomena di mana cahaya menyebar ke segala arah ketika berinteraksi dengan partikel. Saat matahari terbit atau terbenam, matahari berada di dekat horizon dan memiliki sudut yang kecil sehingga sehingga cahaya matahari menempuh jarak yang jauh di dalam atmosfer, akibatnya komponen cahaya biru (panjang gelombang pendek) terhambur terlebih dahulu dan cahaya merah dengan panjang gelombang yang lebih panjang sampai pada mata kita.

Ilustrasi proses scattering saat sunrise dan sunset, di mana cahaya matahari terhambur karena interaksi dengan partikel atmosfer dan komponen cahaya merah dengan panjang gelombang yang lebih panjang yang sampai pada mata kita, sehingga terlihat warna kemerahan.

Warna biru yang kita lihat pada siang hari, terbentuk ketika matahari berada di atas kita. Pada kondisi ini komponen cahaya biru mengalami scattering lebih banyak dibanding warna lain karena mempunyai panjang gelombang yang pendek. Warna ungu juga terhambur banyak akan tetapi, intensitas gelombang ungu lebih sedikit dibanding biru. Selain itu, mata kita lebih peka terhadap warna biru sehingga langit yang kita lihat berwarna biru.

Ilustrasi proses scattering langit pada saat siang hari, interaksi cahaya matahari dengan partikel atmosfer menyebabkan gelombang biru dengan panjang gelombang yang pendek lebih banyak terhambur sehingga langit terlihat berwarna biru.

Biophilic Design

Komposisi warna di langit dengan sumber cahaya matahari menjadi komposisi merupakan hal yang natural dan secara tidak sadar mudah diterima oleh manusia karena pengalaman sehari-hari. Komposisi warna ini dapat menjadi inspirasi dalam mendesain palet warna dalam lighting design.

Desain biofilik adalah konsep desain yang meniru apa yang ada di alam. Dalam kaitan dengan warna, desain biofilik dapat menirukan warna langit, warna laut, warna tumbuhan dan bunga, juga warna tanah. Dengan begitu, dengan mendesain lighting dengan palet warna yang menirukan warna langit juga dapat dikatakan menerapkan konsep biofilik.

Inspirasi palet warna dalam lighting design

Warna-warna langit saat sunrise dan sunset menciptakan kombinasi yang bervariasi. Kombinasi warna di alam merupakan komposisi warna yang dapat diterima oleh panca indera manusia. Banyak sekali variasi kombinasi warna yang dapat dibentuk, seperti warna komplementer, warna gradasi, dan warna monokrom.

Kombinasi warna dalam color wheel berseberangan seperti warna kuning berkomplemen dengan warna ungu dan warna biru dengan oranye disebut warna komplementer.

Langit berwarna keemasan pada saat matahari terbit. Photo © Anggi Rafika
Suasana sunset warna ungu. Photo © Anggi Rafika
Adaptasi warna ungu pencahayaan di lounge. Lighting design and photo © Lumina Group

Warna gradasi adalah kombinasi dua warna atau lebih yang bertingkat.

Gradasi warna ungu ke oranye pada sesaat sebelum matahari terbit. Photo © Anggi Rafika
Warna gradasi ungu-oranye dapat digunakan untuk ruang bersantai seperti living room. Lighting design and photo © Lumina Group
Langit dengan beraneka macam kombinasi warna biru, ungu, merah muda, dan oranye. Photo © Anggi Rafika
Kombinasi tiga warna yang bergradasi biru, ungu, merah muda dan oranye menunjukkan karakter ruangan yang vibrant. Lighting design and photo © Lumina Group

Warna monokrom adalah degradasi satu tone warna yang tidak bercampur dengan warna dasar lainnya.

Langit biru cerah. Photo © Anggi Rafika
Pencahayaan ruang kerja mengadaptasi langit berwarna biru cerah, alertness. Lighting design and photo © Lumina Group

Kombinasi warna-warni ini dapat diterapkan untuk lighting design ruangan sesuai dengan karakternya, misalnya untuk ruang broadcast agar lebih vibrant dan kreatif butuh warna-warna yang cerah seperti kuning. Ruangan kerja membutuhkan ketenangan dan fokus sehingga cocok menggunakan palet warna biru.

Jadi, pengamatan terhadap apa yang terjadi alam yang mengagumkan dapat menjadi inspirasi desain yang bukan hanya bagus secara visual tetapi dipertimbangkan manfaatnya baik untuk psikologi dan fisiologi manusia tentunya.

Total
0
Shares
Previous Article
Bright vanity lighting at dark interior bathroom. Lighting design by Lumina Group

Tren Bathroom Selfie, Faktor Pencahayaan jadi Salah Satu Alasannya

Next Article

Invitation to Lighting Seminar

Related Posts
Total
0
Share