Follow
Don't be left behind

Enter your email address to subscribe and receive notifications of new posts by email.

Mengapa Penting untuk Paham Cara Kerja Mata dalam Lighting Design Part 2/2

Adaptasi mata terhadap gelap terang

Artikel bagian 1 telah membahas tentang cara kerja mata dalam melihat dengan “menggabungkan” informasi gelap terang dan informasi cahaya. Pada artikel bagian 2 ini akan dibahas lebih lanjut bagaimana mata dalam beradaptasi terhadap intensitas cahaya rendah dan intensitas cahaya tinggi dan bagaimana penerapannya dalam lighting design.

Rentang Visual

Jika kita renungkan kembali betapa hebatnya Tuhan menciptakan mata kita sehingga kita dapat melihat dengan rentang yang sangat luas, dari yang paling gelap hingga paling terang. Saat tengah malam yang gelap kita dapat melihat indahnya langit berbintang. Mata kita juga dapat melihat silaunya sinar matahari (*tidak disarankan untuk menatap langsung sinar matahari).

Rentang visual mata
Contoh rentang intensitas cahaya

Adapatasi gelap terang

Meskipun mata dapat melihat dengan rentang yang sangat luas dari yang paling gelap sampai yang paling terang, perlu dicatat, mata tidak dapat melihat rentang yang luas tersebut sekaligus dalam satu waktu. Mengapa begitu, mari kita refleksi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

Pernakah teman-teman memasuki ruangan setelah dari luar? Tiba-tiba ruangan terasa gelap bukan? Atau pernakah teman-teman bangun tidur dalam ruangan yang gelap kemudian tiba-tiba lampu dinyalakan, bagaimana rasanya? Silau sekali bukan?

Ilustrasi rentang visual mata

Mata memiliki rentang tertentu yang dapat menyesuaikan terhadap keadaan lingkungan. Mata memerlukan waktu adaptasi terhadap “perbedaan terang” atau kontras yang cukup tinggi. Itulah mengapa, saat perpindahan dari kondisi yang sangat terang ke kondisi yang lebih gelap atau sebaliknya, kita beraksi dengan memicingkan atau membuka mata lebih lebar, dan butuh waktu beberapa saat sebelum akhirnya mata beradaptasi dengan intensitas cahaya lingkungan.

Aplikasi dalam Lighting Design

Hmm kemudian apa kaitanya dengan lighting design? Pemahaman akan kemampuan adaptasi mata dapat diterapkan dalam mendesain “perbedaan terang” antar ruangan atau area. Contoh yang sederhana di sekitar kita yaitu penggunaan foyer sebagai area transisi. Foyer merupakan ruang antara pintu masuk ke area dalam rumah. Foyer yang memiliki bukaan akan membiarkan sebagian cahaya masuk dan memberi kesempatan orang untuk beradaptasi sebelum memasuki ruangan dalam yang kurang cahaya.

Pencahayaan yang cukup dari bukaan pada pintu ditambah dengan pencahayaan dari lampu, membuat foyer sebagai area transisi dari luar menuju ke dalam ruangan. Photo by Allyson SALNESS on Pexels
Ruangan yang sudah cukup terang dari pencahayaan membuat cahaya dari lampu meja tidak terlalu menyilaukan. Kontras yang rendah antara cahaya lampu meja dan cahaya ruang membuat mata kita nyaman dan tidak lelah untuk bekerja dalam waktu yang lama. Photo by Febrian Zakaria on Unsplash

Selain itu, dapat diaplikasikan dalam mendesain task lighting dan ambience lighting. Contohnya dalam mendesain pencahayaan meja belajar. Umumnya, cukup meletakkan lampu belajar saja dan ruangan dibiarkan gelap sehingga task area memiliki kontras yang tinggi. Hal ini menyebabkan mata cepat lelah. Nah oleh karena itu, antara lampu belajar dengan lampu ruangan perlu diatur perbedaan terangnya tidak terlalu tinggi agar mata tetap nyaman dalam belajar.

Itulah segelintir contoh penerapan lighting design dari pemahaman cara kerja mata manusia. Pemahanan yang diterapkan dengan benar akan menjadikan desain yang tetapi memenuhi fungsi dan kebutuhan pengguna 😊.

Total
0
Shares
Previous Article

Mengapa penting untuk paham cara kerja mata dalam lighting design? Part 1/2

Next Article

Solusi Lighting agar Kerja Bebas Ngantuk dan Mata Lelah

Related Posts
Total
0
Share