Follow
Don't be left behind

Enter your email address to subscribe and receive notifications of new posts by email.

Lighting Designer Stories: Mengapa Perlu Repot-repot Mengikuti International Lighting Workshop?

Pengalaman lighting designer muda Hafizh Faishal Wahyu mengikuti international lighting workshop

Masa depan dunia lighting design Indonesia bergantung pada anak mudanya. Lalu, ada banyak hal yang dapat anak muda lakukan luntuk memperdalam kemampuan dalam lighting design diantaranya, dengan mengikuti lighting workshop. Kira-kira kenapa ya perlu repot-repot mengikuti lighting workshop apalagi harus jauh-jauh ke luar negeri? Hafizh akan membagikan pengalaman berharga yang ia dapatkan setelah mengikuti beberapa international lighting workshop.

Hafizh Faishal Wahyu, seorang lighting designer muda yang memiliki visi dan passion untuk membentuk sebuah lingkungan binaan menjadi lebih baik melalui pencahayaan. Beliau berpengalaman dalam mendesain berbagai proyek lighting di bidang perhotelan, ritel, residen, lanskap, fasilitas kesehatan, dan bangunan serba guna.

First step…

Cerita Hafizh berawal dari pengalamannya mengikuti conference di Bangkok pada tahun 2023 untuk mempresentasikan bagian dari tesisnya. Kemudian tidak lama dari wisuda masternya di arsitektur dan sustainabilitas, Universitas Indonesia, Hafizh menemukan website workshop Light in Alingsas yang ia ikuti di tahun yang sama. Singkatnya dari kedua acara ini, ia pun memantapkan hatinya untuk berkarir di dunia lighting design yang mulanya ia berkecimpung di dunia desain interior setelah studi S-1.

Ketika ditanya kenapa harus cari workshop ke luar negeri? Hafizh menjelaskan pertama di Indonesia belum ada program studi lighting design. Selain itu, acara workshop ataupun acara instalasi lighting di Indonesia sangat jarang. Pengalaman luar biasa yang ia dapat dari workshop Light in Alingsas, mengantarkan ia untuk mengikuti workshop lain seperti Configuring Light di tahun 2023 dan Moving boundaries di tahun 2024.

Belajar lighting design dari dasar

Light in Alingsas merupakan workshop yang diadakan setiap tahun, bentuk kerja sama antara Alingsas Energi dan IALD (International Association of Lighting Designers). Workshop ini diikuti oleh 50 peserta dari seluruh dunia yang dibimbing oleh 6 workshop head. Kemudian, peserta tersebut dibagi dalam tim ditugaskan untuk mendesain pencahayaan di lokasi-lokasi yang sudah ditentukan.

Outward peace is useless without inner peace– Mahatma Gandhi. Photo by Patrik Gunnar Helin

Fokus dari workshop ini membuat instalasi lighting dengan menerjemahkan konsep lighting dari narasi.

Tim Hafizh mendapat tugas untuk mendesain gereja yang berusia 150 tahun dengan tema tentang perdamaian. Konsep lighting yang diajukan yaitu “Although troubling times may be happening on the outside, we need to look within to find peace. Only then can we begin to make an effect on the world.”Jadi, kedamaian terwujud jika kedamaian dari dalam diri terbentuk.

Implementasi lighting di gereja memanfaatkan dinamic lighting dengan menggunakan kontrol DMX. Photo by Patrik Gunnar Helin

Scene inner peace digambarkan dengan uplight yg berasal dari dalam jendela (frame). Sedangkan, outer peace digambarkan dengan uplight di luar bangunan dan motif bintang-bintang dari gobo projection.

Hal yang dipelajari Hafizh saat instalasi, di sana sangat sadar dengan faktor keamanan, teknisi listrik mengenakan safety kit yang lengkap (topi, rompi, sepatu). Contoh yang Hafizh alami waktu itu ketika dia diingatkan untuk selalu memakai sarung tangan ketika akan memegang lighting fixture.

Lighting untuk memecahkan permasalahan sosial

Workshop kedua yang diikuti Hafizh adalah Configuring Light. Configuring light merupakan research group yang diinisiasi oleh tim sosiolog dan profesional lighting. Tujuannya untuk mengeksplorasi peran lighting dalam kehidupan sosial and melakukan research sosial untuk menghasilkan lighting yang lebih baik.

Photo by Hafizh Faisha Wahyu

Workshop yang diikuti Hafizh diadakan di Bangkok, Thailand pada 12-15 Januari 2024. “Goals-nya untuk membuat semacam mockup yang tidak permanen dan melakukan studi efek sosial masyarakat setempat” jelas Hafizh. Studi kasusnya di Manhakan fort area, Bangkok. Peserta workshop dibagi ke beberapa tim dengan tema permasalahan yang berbeda-beda, tim Hafizh mendapat topik connection and mobility.

Manhakan fort, dulunya merupakan penguhubung antara area perkampungan dan kota modern, akan tetapi saat ini sudah tidak digunakan lagi. Adanya diskoneksi secara fisik dan spiritual yang dirasakan masyarakat setempat, sehingga tempat tersebut menjadi hub yang terputus. Bedasarkan permasalahan tersebut, dirumuskan desain lighting untuk menghidupkan kembali Manhakan fort (taman dan dermaga).

Ghost gate. Photo by Hafizh Faishal Wahyu

Dari sisi fisik, jalur sungai dan di daerah trotar terputus. Trotoarnya pendek dan ada tiang sehingga membuat orang kurang nyaman berjalan. “Gimana caranya agar orang yang lalu lalang mau untuk masuk ke taman sebagai koneksi/rute mereka ke tempat lain. Intervensi lighting berperan di situ” jelas Hafizh.

Area taman. Ghost gate diterangi menggunakan lampu lilin untuk memberikan sense of direction. Sementara itu, pohon juga di highlight untuk memberikan kesan adanya gerbang.

Bagian dermaga ini dulu menjadi tempat pemberhentian kapal. Desain lighting di dermaga ini menggunakan lighting yang agak diffuse dan glowing. Lalu, untuk menambah penerangan, gobo projector ditambahkan untuk menyinari tembok-tembok pemukiman warga di sekitar dermaga.

Dari hasil wawancara dengan warga lokal, mereka kurang memiliki ikatan emosi dengan Manhakan fort. Setelah adanya lighting, orang jadi mau masuk ke area tersebut. Harapannya ke depan, masyarakat reconnect dan menghargai nilai sejarah dari Manhakan fort.

Mimicking Daylight

Lighting yang meniru cahaya matahari dengan kondisi awan mendung dari waktu ke waktu
Suasana sebelum sunset
Daylight mimickry sunset with overcast
Suasana sunset. Photo Hafizh Faisha Wahyu

Workshop ketiga Moving Boundaries. Pada workshop ini lebih banyak kelas/lecture. Di sela-sela itu peserta bebas memilih workshop, dan hafizh memilih workshop tentang daylight mimickry (Pencahayaan yang memimik cahaya matahari). Tujuan dari workshop ini untuk mengetahui dan mengembalikan fungsi koneksi dengan alam, ketika ruangan tidak memiliki bukaan.

Langkah yang dilakukan dengan memilih foto yang akan ditiru. Kemudian, di input pada aplikasi untuk menentukan posisi matahari berdasarkan lokasi dan tanggal foto tersebut diambil. Dari data tersebut, angle dan warna diatur menggunakan dua lampu. Selain itu, property tambahan digunakan untuk menciptakan efek-efek tertentu.

Hafizh sedang membuat model dengan efek awan menggunakan kertas wrap. Photo by Moving Boundaries Team

Takeout

Ketika diminta untuk encourage lighting designer muda untuk mengikuti international lighting workshop. Hafizh menjawab””Selama ada waktu, energi dan uang eksplor aja. Sebenarnya kalau dari motivasi internal, saya yakin semua pasti ada. Masalahnya ini ngga murah. Selain faktor internal, saya berharap ada semacam program scholarship, buat support anak yang pengen belajar””

“Perluas wawasan dan jaringan, di situ duniamu akan terbuka. Ketika ke sana liat hal simple yang well excecuted, yang kebanyakan tidak dipikirkan secara serius di sini” tambahnya.

Hafizh juga berpesan untuk belajar inisiatif, berani tampil, berani berpendapat jangan hanya nyaman di belakang. Jangan hanya kuasai kemampuan teknis, bisa bercerita seperti orang luar sehingga penting sekali untuk belajar presentasi.

Group presentation
Hafizh mewakili tim mempresentasikan hasil desain pencahayaan di Light in Alingsas workshop. Photo by Light in Alingsas Team

Siapa nih yang jadi tertarik ikut lighting workshop? Nah, pas banget di bulan ini akan ada lighting retreat namanya Enlightened Bali yang akan diadakan di Bali, Indonesia pada tanggal 28-31 Agustus 2025. Kegiatan bervariasi dari workshop, seminar dan experience, lighting hands-on, dan pertunjukan budaya. Banyak topik-topik menarik dan mumpung acaranya di Indonesia, yuuuk daftar dan cari tau lebih lanjut di link ini!

Total
0
Shares
Previous Article

Lux Sit - Part 2

Next Article

LightTalk #3: Peluncuran Buku Lux Sit

Related Posts
Total
0
Share